hitam kemilau

Sabtu, 28 November 2009 komentar




READ MORE - hitam kemilau

suuiit ...suuuiiit

komentar




READ MORE - suuiit ...suuuiiit

sssttttt

komentar




READ MORE - sssttttt

MANOWAR"15 bahasa dalam album 2009

komentar

Manowar sedang mengerjakan sebuah lagu dalam 15 bahasa (dan mungkin bisa lebih) yang akan masuk dalam album terbaru mereka nanti. Kita akan sama-sama menanti kepiawain Eric Adams sebagai vokalis multi-bahasa. Sementara itu, Donnie Hamzik, drummer pertama Manowar, akan ikut berpartisipasi dalam tur yang digelar Manowar di tahun 2009 mendatang. Manowar bersama Holyhell akan menjadi bintang utama di beberapa festival besar musik metal di Eropa, termasuk Magic Circle Festival III yang digelar di Loreley di atas sungai Rhine di Jerman pada tanggal 18 Juli. Kabar terakhir menyatakan bahwa lagu baru dalam 15 bahasa tersebut beserta beberapa lagu baru lainnya bakal dimainkan dalam festival tersebut….#wordpress.com#
READ MORE - MANOWAR"15 bahasa dalam album 2009

Mulan Cemburu Dhani Dekati Dewi Persik?

komentar


Mendengar kabar Ahmad Dhani yang mendekati Dewi Persik, kabarnya menyulut api cemburu Mulan Jameela. Benarkah?

"Aku nggak cemburu sama Dewi, itu kan salah satu daya tarik yang luar biasa buat RCM (Republik Cinta Management), malah bagus untuk kemajuan RCM dan juga management.

Mulan juga mengaku tak keberatan jika Dhani mendekati Dewi Persik. "Semua orang berhak punya keputusan, begitu pula mas Dhani. Menurut aku, apapun yang dilakukan mas Dhani dan management pasti berpengaruh positif buat RCM," tambah Mulan di Studio Penta, 26 November 2009.

Pelantun "Makhluk Tuhan Paling Seksi" ini juga sama sekali tidak merasa tersaingi oleh kehadiran Dewi Persik. Ia mengaku mendukung penuh keputusan Ahmad Dhani untuk merekrut Dewi masuk dalam RCM.

"Menggandeng Dewi sebagai ikon baru di RCM adalah langkah yang bagus untuk memajukan RCM. Aku hanya bisa mendukung keputusan Mas Dhani dan management. Lagipula Dewi memiliki suara yang bagus, karakternya juga oke. Kalo di eksplore RCM secara bisnis, hasilnya pasti bagus. Apalagi kalo kolaborasi sama Mas Dhani, ya tambah baguslah," ungkap Mulan.#showbiz.vivanews.com#
READ MORE - Mulan Cemburu Dhani Dekati Dewi Persik?

Sejarah Musik Rock Indonesia

Sabtu, 14 November 2009 komentar

Embrio kelahiran scene musik rock underground di Indonesia sulit dilepaskan dari evolusi rocker-rocker pionir era 70-an sebagai pendahulunya. Sebut saja misalnya God Bless, Gang Pegangsaan, Gypsy(Jakarta), Giant Step, Super Kid (Bandung), Terncem (Solo), AKA/SAS (Surabaya), Bentoel (Malang) hingga Rawe Rontek dari Banten. Mereka inilah generasi pertama rocker Indonesia. Istilah underground sendiri sebenarnya sudah digunakan Majalah Aktuil sejak awal era 70- an. Istilah tersebut digunakan majalah musik dan gaya hidup pionir asal Bandung itu untuk mengidentifikasi band-band yang memainkan musik keras dengan gaya yang lebih `liar’ dan `ekstrem’ untuk ukuran jamannya. Padahal kalau mau jujur, lagu-lagu yang dimainkan band- band tersebut di atas bukanlah lagu karya mereka sendiri, melainkan milik band-band luar negeri macam Deep Purple, Jefferson Airplane, Black Sabbath, Genesis, Led Zeppelin, Kansas, Rolling Stones hingga ELP. Tradisi yang kontraproduktif ini kemudian mencatat sejarah
namanya sempat mengharum di pentas nasional. Sebut saja misalnya El Pamas, Grass Rock (Malang), Power Metal (Surabaya), Adi Metal Rock (Solo), Val Halla (Medan) hingga Roxx (Jakarta). Selain itu Log jugalah yang membidani lahirnya label rekaman rock yang pertama di Indonesia, Logiss Records. Produk pertama label ini adalah album
ketiga God Bless, “Semut Hitam” yang dirilis tahun 1988 dan ludes hingga 400.000 kaset di seluruh Indonesia.

Menjelang akhir era 80-an, di seluruh dunia waktu itu anak-anak muda sedang mengalami demam musik thrash metal. Sebuah perkembangan style musik metal yang lebih ekstrem lagi dibandingkan heavy metal. Band- band yang menjadi gods-nya antara lain Slayer, Metallica, Exodus, Megadeth, Kreator, Sodom, Anthrax hingga Sepultura. Kebanyakan kota- kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Surabaya, Malang hingga Bali, scene undergroundnya pertama kali lahir dari genre musik ekstrem tersebut. Di Jakarta sendiri komunitas metal pertama kali tampil di depan publik pada awal tahun 1988. Komunitas anak metal (saat itu istilah underground belum populer) ini biasa hang out di Pid Pub, sebuah pub kecil di kawasan pertokoan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Menurut Krisna J. Sadrach, frontman Sucker Head, selain nongkrong, anak-anak yang hang out di sana oleh Tante Esther, owner Pid Pub, diberi kesempatan untuk bisa manggung di sana. Setiap malam minggu biasanya selalu ada live show dari band-band baru di Pid Pub dan kebanyakan band-band tersebut mengusung musik rock atau metal.

Band-band yang sering hang out di scene Pid Pub ini antara lain Roxx (Metallica & Anthrax), Sucker Head (Kreator & Sepultura), Commotion Of Resources (Exodus), Painfull Death, Rotor (Kreator), Razzle (GN’R), Parau (DRI & MOD), Jenazah, Mortus hingga Alien Scream (Obituary). Beberapa band diatas pada perjalanan berikutnya banyak yang membelah diri menjadi band-band baru. Commotion Of Resources adalah cikal bakal band gothic metal Getah, sedangkan Parau adalah embrio band death metal lawas Alien Scream. Selain itu Oddie, vokalis Painfull Death selanjutnya membentuk grup industrial Sic Mynded di Amerika Serikat bersama Rudi Soedjarwo (sutradara Ada Apa Dengan Cinta?). Rotor sendiri dibentuk pada tahun 1992 setelah cabutnya gitaris Sucker Head, Irvan Sembiring yang merasa konsep musik Sucker Head saat itu masih kurang ekstrem baginya.

Semangat yang dibawa para pendahulu ini memang masih berkutat pola tradisi `sekolah lama’, bangga menjadi band cover version! Di antara mereka semua, hanya Roxx yang beruntung bisa rekaman untuk single pertama mereka, “Rock Bergema”. Ini terjadi karena mereka adalah salah satu finalis Festival Rock Se-Indonesia ke-V. Mendapat kontrak rekaman dari label adalah obsesi yang terlalu muluk saat itu. Jangankan rekaman, demo rekaman bisa diputar di radio saja mereka sudah bahagia. Saat itu stasiun radio yang rutin mengudarakan musik- musik rock/metal adalah Radio Bahama, Radio Metro Jaya dan Radio SK. Dari beberapa radio tersebut mungkin yang paling legendaris adalah Radio Mustang. Mereka punya program bernama Rock N’ Rhythm yang
mengudara setiap Rabu malam dari pukul 19.00 – 21.00 WIB. Stasiun radio ini bahkan sempat disatroni langsung oleh dedengkot thrash metal Brasil, Sepultura, kala mereka datang ke Jakarta bulan Juni 1992. Selain medium radio, media massa yang kerap mengulas berita- berita rock/metal pada waktu itu hanya Majalah HAI, Tabloid Citra Musik dan Majalah Vista.

Selain hang out di Pid Pub tiap akhir pekan, anak-anak metal ini sehari-harinya nongkrong di pelataran Apotik Retna yang terletak di daerah Cilandak, Jakarta Selatan. Beberapa selebritis muda yang dulu sempat nongkrong bareng (groupies?) anak-anak metal ini antara lain Ayu Azhari, Cornelia Agatha, Sophia Latjuba, Karina Suwandi hingga Krisdayanti. Aktris Ayu Azhari sendiri bahkan sempat dipersunting sebagai istri oleh (alm) Jodhie Gondokusumo yang merupakan vokalis Getah dan juga
mantan vokalis Rotor.

Tak seberapa jauh dari Apotik Retna, lokasi lain yang sering dijadikan lokasi rehearsal adalah Studio One Feel yang merupakan studio latihan paling legendaris dan bisa dibilang hampir semua band- band rock/metal lawas ibukota pernah rutin berlatih di sini. Selain Pid Pub, venue alternatif tempat band-band rock underground
manggung pada masa itu adalah Black Hole dan restoran Manari Open Air di Museum Satria Mandala (cikal bakal Poster Café). Diluar itu, pentas seni MA dan acara musik kampus sering kali pula di “infiltrasi” oleh band-band metal tersebut. Beberapa pensi yang historikal di antaranya adalah Pamsos (SMA 6 Bulungan), PL Fair (SMA
Pangudi Luhur), Kresikars (SMA 82), acara musik kampus Universitas
Nasional (Pejaten), Universitas Gunadarma, Universitas Indonesia (Depok), Unika Atmajaya Jakarta, Institut Teknologi Indonesia (Serpong) hingga Universitas Jayabaya (Pulomas).

Berkonsernya dua supergrup metal internasional di Indonesia, Sepultura (1992) dan Metallica (1993) memberi kontribusi cukup besar bagi perkembangan band-band metal sejenis di Indonesia. Tak berapa lama setelah Sepultura sukses “membakar” Jakarta dan Surabaya, band speed metal Roxx merilis album debut self-titled mereka di bawah
label Blackboard. Album kaset ini kelak menjadi salah satu album speed metal klasik Indonesia era 90-an. Hal yang sama dialami pula oleh Rotor. Sukses membuka konser fenomenal Metallica selama dua hari berturut-turut di Stadion Lebak Bulus, Rotor lantas merilis album thrash metal major labelnya yang pertama di Indonesia, Behind The 8th Ball (AIRO). Bermodalkan rekomendasi dari manajer tur Metallica dan honor 30 juta rupiah hasil dua kali membuka konser Metallica, para personel Rotor (minus drummer Bakkar Bufthaim) lantas eksodus ke negeri Paman Sam untuk mengadu nasib. Sucker Head sendiri tercatat paling telat dalam merilis album debut dibanding band
seangkatan mereka lainnya. Setelah dikontrak major label lokal, Aquarius
Musikindo, baru di awal 1995 mereka merilis album `The Head Sucker’. Hingga kini Sucker Head tercatat sudah merilis empat buah album.

Dari sedemikian panjangnya perjalanan rock underground di tanah air, mungkin baru di paruh pertama dekade 90-anlah mulai banyak terbentuk scene-scene underground dalam arti sebenarnya di Indonesia. Di Jakarta sendiri konsolidasi scene metal secara masif berpusat di Blok M sekitar awal 1995. Kala itu sebagian anak-anak metal sering
terlihat nongkrong di lantai 6 game center Blok M Plaza dan di sebuah resto waralaba terkenal di sana. Aktifitas mereka selain hang out adalah bertukar informasi tentang band-band lokal daninternasional, barter CD, jual-beli t-shirt metal hingga merencanakan pengorganisiran konser. Sebagian lagi yang lainnya memilih hang out di basement Blok Mall yang kebetulan letaknya berada di bawah tanah.

Pada era ini hype musik metal yang masif digandrungi adalah subgenre yang makin ekstrem yaitu death metal, brutal death metal, grindcore, black metal hingga gothic/doom metal. Beberapa band yang makin mengkilap namanya di era ini adalah Grausig, Trauma, Aaarghhh, Tengkorak, Delirium Tremens, Corporation of Bleeding, Adaptor, Betrayer, Sadistis, Godzilla dan sebagainya. Band grindcore Tengkorak pada tahun 1996 malah tercatat sebagai band yang pertama kali merilis mini album secara independen di Jakarta dengan judul `It’s A Proud To Vomit Him’. Album ini direkam secara profesional di Studio Triple M, Jakarta dengan sound engineer Harry Widodo (sebelumnya pernah menangani album Roxx, Rotor, Koil, Puppen dan PAS).

Tahun 1996 juga sempat mencatat kelahiran fanzine musik underground pertama di Jakarta, Brainwashed zine. Edisi pertama Brainwashed terbit 24 halaman dengan menampilkan cover Grausig dan profil band Trauma, Betrayer serta Delirium Tremens. Di ketik di komputer berbasis system operasi Windows 3.1 dan lay-out cut n’ paste tradisional, Brainwashed kemudian diperbanyak 100 eksemplar dengan mesin foto kopi milik saudara penulis sendiri. Di edisi-edisi berikutnya Brainwashed mengulas pula band-band hardcore, punk bahkan ska. Setelah terbit fotokopian hingga empat edisi, di tahun 1997 Brainwashed sempat dicetak ala majalah profesional dengan cover
penuh warna. Hingga tahun 1999 Brainwashed hanya kuat terbit hingga tujuh edisi, sebelum akhirnya di tahun 2000 penulis menggagas format e-zine di internet (www.bisik.com). Media-media serupa yang selanjutnya lebih konsisten terbit di Jakarta antara lain Morbid Noise zine, Gerilya zine, Rottrevore zine, Cosmic zine dan
sebagainya.

29 September 1996 menandakan dimulainya sebuah era baru bagi perkembangan rock underground di Jakarta. Tepat pada hari itulah digelar acara musik indie untuk pertama kalinya di Poster Café. Acara bernama “Underground Session” ini digelar tiap dua minggu sekali pada malam hari kerja. Café legendaris yang dimiliki rocker gaek
Ahmad Albar ini banyak melahirkan dan membesarkan scene musik indie baru yang memainkan genre musik berbeda dan lebih variatif. Lahirnya scene Brit/indie pop, ledakan musik ska yang fenomenal era 1997 – 2000 sampai tawuran massal bersejarah antara sebagian kecil massa Jakarta dengan Bandung terjadi juga di tempat ini. Getah,
Brain The Machine, Stepforward, Dead Pits, Bloody Gore, Straight Answer, Frontside, RU Sucks, Fudge, Jun Fan Gung Foo, Be Quiet, Bandempo, Kindergarten, RGB, Burning Inside, Sixtols, Looserz, HIV, Planet Bumi, Rumahsakit, Fable, Jepit Rambut, Naif, Toilet Sounds, Agus Sasongko & FSOP adalah sebagian kecil band-band yang `kenyang’ manggung di sana.

10 Maret 1999 adalah hari kematian scene Poster Café untuk selama- lamanya. Pada hari itu untuk terakhir kalinya diadakan acara musik di sana (Subnormal Revolution) yang berujung kerusuhan besar antara massa punk dengan warga sekitar hingga berdampak hancurnya beberapa mobil dan unjuk giginya aparat kepolisian dalam membubarkan massa. Bubarnya Poster Café diluar dugaan malah banyak melahirkan venue- venue alternatif bagi masing-masing scene musik indie. Café Kupu- Kupu di Bulungan sering digunakan scene musik ska, Pondok Indah Waterpark, GM 2000 café dan Café Gueni di Cikini untuk scene Brit/indie pop, Parkit De Javu Club di Menteng untuk gigs punk/hardcore dan juga indie pop. Belakangan BB’s Bar yang super- sempit di Menteng sering disewa untuk acara garage rock-new wave-mellow punk juga rock yang kini sedang hot, seperti The Upstairs, Seringai, The Brandals, C’mon Lennon, Killed By Butterfly, Sajama Cut,
Devotion dan banyak lagi. Di antara semuanya, mungkin yang paling `netral’ dan digunakan lintas-scene cuma Nirvana Café yangterletak di basement Hotel Maharadja, Jakarta Selatan. Di tempat ini pulalah, 13 Januari 2002 silam, Puppen `menghabisi riwayat’ mereka dalam sebuah konser bersejarah yang berjudul, “Puppen : Last Show Ever”, sebuah rentetan show akhir band Bandung ini sebelum membubarkan diri.
READ MORE - Sejarah Musik Rock Indonesia

sejarah music rock

komentar

Sejarah musik rock memiliki asal yang beragam. Di awal tahun 1950an orang berdebat mengenai akar dari musik rock and roll ini. Musik rock pada dasarnya dieksplor dan dikembangkan oleh banyak orang namun demikian akar musik rock yang paling kuat adalah pada musik blues dan rhythm. Blues dan rhythm lalu memproduski sebuah lagu yang oleh beberapa orang diklaim sebagai lagu rock and roll pertama berjudul ‘Rocket ‘88′ oleh Jackie Brenston.

Dengan berjalannya waktu, black musik yang dianggap sebagai musik ‘ras’ ini mulai disukai. Pendengar kulit putih juga mendengarkan lagu-lagu R&B dan membeli rekamanan ‘ras’ ini. Masuknya black music ke telinga audience mainstream mempopulerkan Motown, label rekaman khusus untuk black music yang menjadi bagian terbesar musik pop tahun 1960an. Namun demikian, kebanyakan pendengar kulit putih hanya mendengarkan black music bila lagu-lagu tersebut dinyanyikan ulang oleh penyanyi kulit putih.

Di akhir tahun 1950an dan awal tahun 1960an kebanayakn pendengar muda mendengarkan campuran dari musik rock and roll, pop dan R&B. Rock bagaimanapun masih dilihat sebagai jenis musik sendiri sampai akhir tahun 1960an dengan adanya Motown, The Beatles, Rolling Stones dan aliran rock keras seperti Led Zeppelin dan Jimi Hendrix.

menurut :http://www.lalightsindiefest.com



————————————————————–



Rock and roll (sering ditulis sebagai rock ‘n’ roll) adalah genre musik yang berkembang di Amerika Serikat di akhir tahun 1940-an, dan mencapai puncak kepopuleran di awal tahun 1950-an. Dari Amerika Serikat, genre musik ini tersebar ke seluruh dunia. Rock and roll melahirkan berbagai macam subgenre yang secara keseluruhan dikenal sebagai musik rock.

Ciri khas rock and roll adalah pada ketukan (beat) yang biasanya dipadu dengan lirik. Rock and roll menggunakan beat yang didasarkan salah satu ritme musik blues yang disebut boogie woogie ditambah aksen backbeat yang hampir selalu diisi pukulan snare drum. Versi klasik dari rock and roll dimainkan dengan satu atau dua gitar listrik, gitar bas listrik, dan drum set. Perangkat kibor sering dimainkan sebagai alat musik tambahan. Bila dimainkan dengan dua gitar listrik, gitar listrik yang dimainkan untuk memberi melodi disebut guitar lead, sedangkan gitar untuk memberi ritme dan harmoni disebut gitar ritme. Saksofon sering dijadikan instrumen melodi pada gaya rock and roll awal tahun 1950-an, tapi digantikan perannya oleh gitar elektrik di pertengahan tahun 1950-an. Di akhir tahun 1940-an, bentuk awal rock and roll bahkan memakai piano sebagai instrumen melodi. Salah satu cikal bakal rock and roll adalah musik boogie woogie dengan piano sebagai melodi, seperti permainan musik berbagai kelompok big band yang mendominasi dunia musik Amerika dekade 1940-an. Kepopuleran rock and roll secara massal dan mendunia ternyata menimbulkan dampak sosial yang tidak terduga. Rock and roll bukan saja mempengaruhi gaya bermusik, tapi sekaligus gaya hidup, gaya berpakaian, dan bahasa. Selain sukses di dunia musik, bintang-bintang di periode awal rock and roll juga sukses di dunia film dan televisi. Elvis Presley, misalnya merupakan bintang rock and roll yang sukses sebagai bintang film dan televisi.

Istilah slang “rock and roll” sering dipakai orang berkulit hitam untuk menyebut “hubungan seks“. Penyanyi wanita Trixie Smith pertama kali menggunakan istilah “rock and roll” dalam lagu “My Baby Rocks Me With One Steady Roll” yang diedarkan tahun 1922,
READ MORE - sejarah music rock

Para Mantan Lady Rocker Indonesia dan Aktivitasnya Kini

Rabu, 11 November 2009 komentar

Usia Ita Purnamasari kini menginjak 42 tahun. Walau begitu, semangat istri musikus Dwiki Darmawan itu untuk berkarya tak jua kendur.

Walau absen dari dapur rekaman sejak 2002, penyanyi yang memopulerkan lagu Penari Ular karya Arthur Kaunang itu kembali merilis album baru bertajuk Kembali, Yang Terbaik pada Juli lalu. Sekarang wanita yang pernah menyabet gelar Penyanyi Rock Wanita Terbaik dari BASF Award pada 1990 itu sedang mencoba keliling Jawa untuk promo di radio.

''Video clip segera nongol di TV. Yah, beginilah, sekarang untuk muncul di televisi mesti ngantri dulu. Maklum, banyak band baru,'' ujar Ita dengan logat Jawa Suroboyoan yang masih kental.

Pemilik nama lengkap Ita Diah Permatasari itu kini menggandeng Zaki, vokalis grup band rock Kapten, sebagai partner duet di salah satu lagu dalam labum barunya, Cuma Kamu. Penyanyi dengan suara tinggi mezzo sopran itu mengatakan, itulah salah satu bentuk adaptasinya dengan belantika musik tanah air saat ini.

''Dia (Zaki, Red) semoga bisa menjadi senjata dan menjembatani saya dengan para penggemar musik yang berusia muda,'' terang Ita yang mengaku mulai mencicipi gegap-gempita panggung besar bersama grup band Rasio pada Festival Musik Rock se-Indonesia di Stadion Tambaksari Surabaya.

Banyak adaptasi yang dilakukan Ibunda M. Fernanda Darmawan, 12, itu saat usianya tak lagi muda, terutama untuk membuat julukan lady rocker tetap melekat kepadanya. ''Dandanan khas Ita dulu juga tetap saya lestarikan. Kalau manggung, saya masih memakai jaket jins, rok mini, dan legging (stocking hitam, Red) kok,'' ujarnya.

Ita kini juga tampil lebih kalem. ''Jingkrak-jingkak kan harus, sebagai ciri khas penyanyi rock. Walaupun sudah tak bisa guling-guling lagi kayak dulu,'' ujar penyanyi yang pernah populer dengan lagu hits berjudul Cintaku Padamu karya Younky Soewarno dan Maryati itu.

Dalam pengerjaan album barunya, Ita juga mengaku banyak menahan diri. Sebab, Cuma Kamu, menurut dia, beat-nya sedikit lambat. ''Agak mellow dan mendayu-dayu. Sebab, itu yang banyak digandrungi masyarakat saat ini. Beberapa kali saya diingatkan agar tak terlalu ngotot dan mengeluarkan power saat take (pengambilan, Red) vokal oleh pengarah vokal. Tapi, sulit Mas menghilangkan kebiasaan ngerock itu,'' terang penyanyi yang kini bernaung di bawah label Target Top itu.

Satu obsesi yang kini sedang dicoba dia raih adalah konser tunggal. Rencananya, hal itu digelar pada Februari tahun depan. ''Selain nunggu lagu baruku agar banyak dikenal orang, kini Mas Dwiki mengurus sponsor pertunjukan itu,'' katanya.

Sementara itu, pelantun tembang Emen Yossy Lucky juga tengah berusaha mempertahankan ''gelar''-nya sebagai lady rocker dengan menggarap album baru. Itu lakukan Yossy setelah vakum dari dunia rekaman sejak 2002. Tetapi, penyanyi yang kini berjilbab itu memilih untuk menggarap proyek idealis album bernuansa religi.

''Suami saya yang menjadi produsernya. Sebab, kini sulit sekali untuk deal dengan para pelaku industri musik,'' terang Yossy ditemui di rumahnya di daerah Margahayu, Bandung.

Ibu Sulthan Ramdani, 10, dan Salman Ramdani, 7, itu kini bertekad untuk rajin latihan lagi. Itu dilakukan untuk mengantisipasi jika albumnya meledak di pasaran dan tawaran manggung berdatangan kembali. ''Tapi, ya begitulah penyakit m alias malas selalu datang. Tapi, tiba-tiba semangat lagi jika saya merasa kangen dengan dunia panggung,'' ujar pemilik nama asli Yossy Sarah Lucky itu, lantas terkekeh.

Selain itu, menurut dia, latihan akan menjadi kompensasi dari aktivitasnya di dunia entertainment yang drop. ''Saya sekarang jarang banget manggung. Terakhir saat tampil di acara Zona 80, Metro TV Agustus lalu. Begitu turun panggung, suami saya bilang suara Yossy jelek. Itu yang membuat saya termotivasi untuk latihan kembali,'' ujar pengagum duo Roxxete itu.

Yossy yang mengaku masih gemar pergi ke kafe mengungkapkan bahwa albumnya yang segera diluncurkan ke pasar pada 2010 nanti sarat misi. Selain sebagai ajang pembuktiannya sebagai lady rocker yang masih memiliki taji, Yossy ingin menunjukkan bahwa penjualan proyek idealisme tak selalu seret di pasaran.< sumber jawa pos>
READ MORE - Para Mantan Lady Rocker Indonesia dan Aktivitasnya Kini

Gembels

Minggu, 08 November 2009 komentar

Gembels, adalah singkatan dari gemar belajar. Terbentuk bulan Oktober 1969. Anggota grup band asal Solo ini adalah Viktor Nasution (organ dan terompet), Rudy Ananto (leader guitar dan sax), Abu Bakar (bass), Minto dan Yoyok (drum), Anas Zaman (piano, organ dan fluit), Ardi Karlosa (gitar dan biola) dan Micky Saparvi (organ) pada saat berdiri semuanya berstatus mahasiswa. Gembels pernah show di Singapura. Selama kariernya grup band ini menghasilkan album Pahlawan dan Tragedi Kaki Lima.
READ MORE - Gembels

Michael Franks

komentar

Michael Franks grew up in southern California with his father Gerald, his mother Betty and two younger sisters. Although no one in his family played music, his parents loved swing music and his early influences included Peggy Lee, Nat King Cole, Ira Gershwin, Irving Berlin and Johnny Mercer. At age 14 Michael bought his first guitar, a Japanese Marco Polo for $29.95 with six private lessons included - the only music education that he received.

At University High in Irvine, Michael discovered the poetry of Theodore Roethke with his off-rhymes and hidden meter. In high school, he began singing folk-rock, accompanying himself on guitar. Studying English at UCLA Michael discovered Dave Brubeck, Patti Page, Stan Getz, Joao Gilberto, Antonio Carlos Jobim and Miles Davis. He never studied music in college or later[1], but rather earned an B.A. from UCLA in Comparative Literature in 1966, and a M.A. from the University of Oregon in 1968. He had a teaching assistantship in a Ph.D. program in American literature at the University of Montreal before returning to teach part-time at UCLA.

During this time he started writing songs, starting with the antiwar musical Anthems in E-flat starring Mark Hamill. He also composed music for the films Count Your Bullets, Cockfighter, and Zandy's Bride, starring Liv Ullmann and Gene Hackman. Sonny Terry and Brownie McGhee recorded three of Michael's songs, including "White Boy Lost in the Blues", on their album Sonny & Brownie. Michael played guitar, banjo and mandolin on the album and joined them in touring. In 1973, Michael recorded an eponymous album (later reissued as Previously Unavailable), which included the minor hit "Can't Seem to Shake this Rock 'n Roll."

In 1976 Michael released his second album The Art of Tea, beginning a long relationship with Warner Brothers Music. The Art of Tea featured Joe Sample, Larry Carlton and Wilton Felder of The Crusaders and included the hit song "Popsicle Toes." Michael's third album, Sleeping Gypsy, which includes the song "The Lady Wants to Know," was partially recorded in Brazil. Around this time, percussionist Ray Armando first gave Michael what would become a signature instrument - a cabasa - to play on stage for songs he didn't play guitar on. Burchfield Nines, which includes the song "When the Cookie Jar is Empty", reflects Michael's move to New York City and features more of an East Coast sound. Since then, Franks has recorded more than 15 albums.

His best known works include "When I Give My Love To You", "Popsicle Toes", "Monkey See, Monkey Do", "Tiger in the Rain", "Rainy Night in Tokyo", and "Tell Me All About It". His biggest hit came in 1983 with "When Sly Calls (Don't Touch That Phone)", from the album Passionfruit. Radio hits include "Your Secret's Safe With Me" from the 1985 album Skin Dive, and "Island Life" from 1987's The Camera Never Lies.

READ MORE - Michael Franks

Sylvia Saartje

Kamis, 05 November 2009 komentar

Siapakah penyanyi rock wanita pertama di Indonesia? Jawaban yang mendekati dipastikan adalah Sylvia Saartje. Jauh sebelum booming istilah lady rockers di dasawarsa 80-an yang melekat pada sosok, seperti Nicky Astria, Nike Ardilla, Mel Shandy, Ita Purnamasari, Yosie Lucky, Ayu Laksmi, Atiek CB, Lady Avisha, Cut Irna, dan masih sederet panjang lainnya. Nicky Astria dan kawan-kawan patut berterima kasih kepada Sylvia Saartje yang bisa dianggap sebagai pembuka jalan bagi mencuatnya penyanyi rock wanita. Disayangkan, sosok Sylvia Saartje nyaris tak terdengar lagi kiprahnya. Tak sedikit yang tidak mengenal siapa Sylvia Saartje, wanita berdarah Maluku - Belanda yang dilahirkan 15 September 1957 di Arnhem, Belanda. Namun, bagi penggemar musik rock era 70-an, Sylvia Saartje yang kerap dipanggil dengan nama kesayangan Jippie, ini, adalah daya tarik sebuah pentas pertunjukan rock yang saat itu didominasi oleh para pemusik lelaki. Bisa dibilang, Sylvia Saartje berlenggang sendirian dalam kancah musik rock Indonesia. Nuansa Blues Bayangkan, ketika majalah anak muda terbitan Bandung, Aktuil menggelar pertunjukan beraroma keras bertajuk Vacancy Rock pada 1972, Sylvia tercatat satu-satunya artis wanita yang berjingkrak-jingkrak meneriakkan lagu-lagu rock. Saat itu, ia dianggap pas melantunkan repertoar milik grup legendaris Led Zeppelin. Rasanya hanya Sylvia jualah yang pas menghayati nuansa blues milik almarhumah Janis Joplin. Bahkan, di tahun 1974 dalam sebuah pertunjukan musik rock di kampus Universitas Padjadjaran Bandung, Sylvia mendapat sambutan luar biasa ketika menyanyikan lagu Pink Floyd dari album Dark Side of The Moon bertajuk 'The Great Gig in The Sky'. Penampilan vokalnya nyaris sempurna. Saat itu secara tidak langsung penonton langsung membandingkan volal Sylvia dengan Claire Tory, artis wanita yang menjadi penyanyi tamu dalam album Pink Floyd. Dunia SeniSylvia Saartje, yang saya temui di Bali beberapa waktu lalu, bercerita panjang lebar mengenai kiprahnya di dunia musik. ''Sebetulnya aku tak hanya berkarier di musik. Tapi juga di teater, film, fashion, dan juga menari,'' cerita Sylvia Saartje yang tahun ini genap berusia separuh abad. Bakat menyanyi mulai terlihat sejak kecil tatkala Sylvia Saartje aktif tergabung dalam paduan suara gereja. Dalam usia 10 tahun, dia pun telah memberanikan diri mengikuti ajang Bintang Kecil di RRI Malang, Jawa Timur. Sylvia memang memilih musik sebagai pilihan hidup. Ketika berusia 11 tahun, dia mulai diajak bergabung sebagai vokalis band Tornado. ''Saya bergabung dengan Tornado dari tahun 1968 hingga 1970,'' ungkapnya. Di tahun 1970, ia mulai mengukir prestasi dengan masuk sebagai 10 besar finalis Lomba Bintang Radio se-Provinsi Jawa Timur. Walaupun berkutat dengan musik pop, namun, nurani Sylvia bergelegak dalam pusaran dinamika musik rock. Memasuki dasawarsa 70-an, seniman ini mulai terlihat fokus menyanyikan repertoar rock dengan diiringi sederet grup musik yang berada di Jawa Timur, mulai dari The Gembell's, Bentoel, Avia's, Elfira, Bad Session, Oepet, Arfack Band, dan banyak lagi. Senia PeranDi samping memilih jalur musik rock, Sylvia Saartje pun mengembangkan bakat seni peran yang dimilikinya. Pada tahun 1972, sutradara Ostian Mogalano mengajak Sylvia ikut bermain dalam film laga bertajuk Tangan Besi. ''Saat itu aku memang ingin cari pengalaman seni di luar musik. Kebetulan dapat peran kecil,'' paparnya. Pada dasawarsa 80-an, Sylvia banyak terlibat dalam beberapa film layar lebar, di antaranya mendapat peran utama dalam film Gerhana (1985). ''Selain berakting, saya juga diminta untuk menulis ilustrasi musiknya bersama Buche Patty,'' tambahnya lagi. Band Wanita Di tahun 1976, wartawan Mashery Mansyur berniat membentuk band rock wanita. Lalu menyatulah nama-nama, seperti Sylvia Saartje (vokal), Reza Anggoman (keyboards), Rini Asmara (drums), Senny (bass), Lis April (gitar), dan Lenny (gitar) dalam sebuah band dengan nama The Orchid. Sayangnya, usia grup ini tidak panjang. Setelah dikontrak bermain di beberapa tempat, The Orchid pun dinyatakan bubar. ''Walau gagal dalam membentuk band, tapi semangat bermusik saya tak pernah pudar,'' ujar Sylvia Saartje. Setahun kemudian, Ian Antono, gitaris God Bless, menawarkan solo karier bagi Sylvia pada perusahaan rekaman Irama Tara. ''Saya merasa senang luar biasa. Apalagi yang mengajak saya adalah Ian Antono, pemusik rock ngetop yang seasal dengan saya, yaitu Malang,'' Tuturnya. Saat itu, Ian Antono baru saja sukses menggarap album Duo Kribo di perusahaan Irama Tara. Ternyata album bertajuk Biarawati berhasil sukses di pasaran. Lagu ini sering diputar di berbagai radio swasta di penjuru Nusantara. Sayangnya, kerja sama dengan Ian Antono hanya berlangsung di album perdana saja. ''Saya sempat frustrasi, karena album-album solo sesudahnya tidak mampu menyamai sukses album Biarawati, kata Sylvia Saartje dengan mata menerawang. Padahal, album-album solo Sylvia Saartje justru didukung banyak pemusik berkualitas, semisal Jopie Item, Christ Kaihatu, Farid Hardja, Country Jack, Debby Nasution, dan Totok Tewel. ''Mungkin, karena persenyawaan saya dengan gaya musik mereka tidak cocok,'' ujarnya lagi. Sejak tahun 1997, praktis Sylvia Saartje memang belum pernah merilis album baru lagi. ''Tapi, saya terus menulis lagu.'' Musik memang telah menyatu dalam pembuluh nadinya.
READ MORE - Sylvia Saartje